Reaksi Fisi dan Fusi Matahari
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak dahulu kala, manusia melihat Matahari seperti bola api di langit yang terbit dari timur dan tenggelam di barat. Pengaruhnya yang sangat besar bagi Bumi membuat Matahari menjadi objek mitos yang diidentikan dengan dewa-dewa. Seperti Dewa Apollo atau Dewa Ra, yang disembah oleh banyak masyarakat zaman dulu.
Namun dari hasil penelitian dan telaah spektrum saat ini, diketahui bahwa Matahari adalah bola gas raksasa yang berpijar dengan komposisi utama berupa hidrogen. Hal ini sama dengan hasil penelitian terhadap spektrum bintang yang mirip dengan spektrum Matahari, sehingga dapat disimpulkan bahwa Matahari termasuk dalam kelompok bintang.
Keberadaan matahari telah lama dipalajari dan diteliti sejak berkembangnya fisika astronomi sehingga manusia dapat melihat benda-benda angkasa. Pada awalnya hanya mengetahui bentuk dan kejadian-kejadian yang terjadi. Pada perkembangan selanjutnya manusia bisa merumuskan reaksi yang terjadi di matahari dan membuat reaksi buatan di bumi.
Orang-orang zaman dulu mengira proses menyalanya Matahari sama dengan proses menyalanya sebuah kompor, yaitu dengan menggunakan bahan bakar. Pada abad ke 18, batu bara yang disangka menjadi bahan bakar cahaya dan energi Matahari. Lalu pada penelitian di abad 19, diketahui Matahari bersinar sangat lama bahkan melebihi usia fosil penghasil batubara. Lalu muncul teori penyusutan gravitasi. Namun teori ini tidak terbukti karena Matahari tidak tampak menyusut setelah mengeluarkan cahaya dan energi.
Perkembangan fisika nuklir terus melaju pesat, terakhir dengan dibuatnya bom nuklir, bom hidrogen dan reaktor nuklir untuk digunakan sumber tenaga baik listrik maupun bahan bakar. Reaksi yang terjadi di matahari seperti halnya pada bom hidrogen yaitu reaksi Fusi (Penggabungan), lain halnya dengan bom nuklir melalui reaksi Fisi (Pemecahan). Para ilmuwan meyakini bahwa matahari dengan reaksi Fusinya dapat menghasilkan energi yang dasyat.
Reaksi Fusi dan Fisi menghasilkan ledakan yang sangat dasyat dan melepaskan energi yang sangat besar. Matahari semenjak terbentuk telah melakukan proses Fusi, menghasilkan energi yang tidak tehitung dan mungkin suatu saat akan padam. Mungkinkah? Apakah kita bisa membayangkan bagaimana ketika matahari padam?
Pertanyaan itu mungkin pernah muncul dibenak kita. Sudah berapa lama matahari bersinar dan akankah selamanya dia bersinar? Ataukah ketika matahari padam, kemudian dunia ini hancur? Apakah itu yang dinamakan kiamat? Apakah benar perumusan manusia tentang reaksi yang terjadi di matahari? Atau matahari itu seperti bola lampu yang dapat seketika padam jika yang punya rumah berkeinginan untuk mematikannya? Ataukah seperti cahaya lilin yang lama-kelamaan padam dan hancur dengan dirinya sendiri?
Untuk itu penulis tertarik membahas tentang matahari sehingga kita bisa mengenal lebih jauh tentang matahari, dimana yang akan dibahas nantinya yaitu:
1. Sumber Energi Matahari
2. Kapankah Matahari akan Padam?
Judul makalah ini adalah Analisis Reaksi Thermonuklir Matahari.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian tentang Matahari
Matahari merupakan salah satu dari sekitar 100.000.000 bintang dalam kelompok bintang kita, atau rasi bintang Bimasakti. Sebenarnya matahari adalah sebuah bintang yang biasa. Artinya ternyata banyak bintang yang jauh lebih besar, lebih berat, dan lebih panas dari pada matahari. Matahari tampak labih besar dan lebih panas dikarenakan kedudukannya sebagai bintang terdekat dengan bumi. Jarak bumi dengan matahari kira-kira 149.600.000 km. Bintang berikutnya yang terdekat adalah bintang Alpha Centauri, jaraknya kira-kira 4 x 1010 km.
Matahari adalah suatu bola gas yang pijar dan ternyata tidak berbentuk bulat betul. Matahari mempunyai katulistiwa dan kutub karena gerak rotasinya. Garis tengah ekuatorialnya 864.000 mil, sedangkan garis tengah antar kutubnya 43 mil lebih pendek. Matahari merupakan anggota Tata Surya yang paling besar, karena 98% massa Tata Surya terkumpul pada matahari.
Di samping sebagai pusat peredaran, matahari juga merupakan pusat sumber tenaga di lingkungan tata surya. Matahari terdiri dari inti dan tiga lapisan kulit, masing-masing fotosfer, kromosfer dan korona. Untuk terus bersinar, matahari, yang terdiri dari gas panas menukar zat hidrogen dengan zat helium melalui reaksi fusi nuklir pada kadar 600 juta ton, dengan itu kehilangan empat juta ton massa setiap saat.
Matahari dipercayai terbentuk pada 4,6 miliar tahun lalu. Kepadatan massa matahari adalah 1,41 berbanding massa air. Jumlah tenaga matahari yang sampai ke permukaan Bumi yang dikenali sebagai konstan surya menyamai 1.370 watt per meter persegi setiap saat. Matahari sebagai pusat Tata Surya merupakan bintang generasi kedua. Material dari matahari terbentuk dari ledakan bintang generasi pertama seperti yang diyakini oleh ilmuwan, bahwasanya alam semesta ini terbentuk oleh ledakan big bang sekitar 14.000 juta tahun lalu.
Gambar 1. Matahari
http://id.wikipedia.org/wiki/
1. Bagian Matahari
Gambar 2. Bagian Matahari
a. Inti Matahari
Merupakan bagian yang memiliki kerapatan paling tinggi yaitu 15.000kg/m3, atau 150 kali lebih rapat dibanding kerapatan air di Bumi. Temperaturnya kurang lebih 15,000,000 Kelvin dengan perputaran rotasi lebih cepat dibanding rotasi di bagian luar.
Inti Matahari merupakan tempat diproduksinya seluruh energi dengan reaksi fusi nuklir yang mengubah hidrogen menjadi helium. Sebanyak kurang lebih 3.6×108 inti hidrogen diubah menjadi inti helium tiap detik, yang menghasilkan energi sekitar 4.3 juta ton per detik. Hal ini berarti sebanding dengan 3.8×1026 watt atau 9.1×1010 megaton TNT tiap detik.
Seluruh energi ini nantinya harus menempuh perjalanan panjang menembus lapisan demi lapisan Matahari. Perkiraan perjalanannya antara 17,000 hingga 50 juta tahun. Hingga akhirnya sampai di permukaan dan lepas di angkasa sebagai bentuk cahaya atau energi kinetik partikel Matahari.
b. Fotosfer
Permukaan Matahari yang biasa kita lihat dari Bumi adalah bagian fotosfer. Memiliki temperatur antara 4000K sampai 6400K. Banyak fenomena yang terjadi di fotosfer seperti sunspot, prominensa dan flare.
Matahari memiliki medan magnet yang tidak merata di setiap bagiannya. Berbeda dengan Bumi yang padat sehingga medan magnetnya konstan. Meski Matahari tetap memiliki kutub utara dan selatan, namun akibat rotasi serta medan magnet yang ada dimana-mana dan tidak stabil, mengakibatkan terjadinya sunspot. Bila terdapat sunspot, berarti ada medan magnet Matahari yang masuk atau atau keluar dengan membawa plasma. Karena terbentuknya di beberapa tempat, mengakibatkan terjadinya tabrakan dan jadilah prominensa. Saat prominensa ini putus atau saling bertabrakan lagi, akan terbentuk flare.
Sunspot atau lebih dikenal dengan bintik hitam Matahari, memiliki diameter sekitar 50.000 km, yang artinya lebih besar daripada diameter Bumi. Suhu pada sunspot lebih dingin dibandingkan yang bagian lain yaitu kurang lebih 3800 K. Hal itu yang menyebabkan sunspot berwarna gelap. Jumlah sunspot pada Matahari tidak konstan setiap saat. Kenampakan sunspot pada umumnya dalam orde minggu atau bahkan kurang.
Bentuknya yang mirip loop atau pita yang dikibaskan, membuat prominensa lebih dikenal dengan nama lidah api Matahari. Meski berada di fotosfer, namun panjangnya bisa melewati korona. Prominensa terpanjang yang pernah teramati oleh SOHO pada tahun 1997 mencapai 350.000 km, atau sebanding dengan 28 kali diameter Bumi. Kala hidup prominensa ini bisa mencapai 5 bulan. Dari hasil pengamatan, sepertiga dari prominensa muncul 3 minggu setelah terbentuknya sunspot. Berbeda dengan sunspot yang bergerak menuju ekuator, prominensa bergerak menuju kutub.
Ledakan Matahari yang terjadi akibat energi yang tersimpan dalam medan magnetik dilepaskan secara tiba-tiba dalam waktu singkat, dinamakan flare. Energi yang dilepaskan ini setara dengan jutaan kali bom atom Hiroshima. Bahkan pengaruhnya sampai ke atmosfer dan medan magnetik Bumi.
c. Kromosfer
Atmosfer yang terletak di atas fotosfer dengan ketebalan kurang lebih 10.000 km dan suhu berkisar antara 4500K hingga 20.000K. Hal yang masih menjadi perdebatan adalah mengapa fotosfer yang lebih dekat dengan inti Matahari, suhunya justru lebih rendah daripada kromosfer. Ada sebuah teori yang menyatakan bahwa suhu kromosfer yang lebih tinggi disebabkan oleh turbulensi.
Pada kromosfer sering terjadi surge atau lontaran Matahari. Berdasarkan pengamatan, lontaran materi ini terjadi sesudah ledakan Matahari dalam skala kecil. Kecepatannya mencapai 100 km/s selama beberapa menit.
d. Korona
Bagian terluar Matahari yang hanya dapat dilihat saat terjadinya gerhana. Merupakan perpanjangan dari atmosfer di bawahnya yaitu fotosfer dan kromosfer yang penuh dengan aktivitas medan magnetik. Secara keseluruhan, kira-kira 10% pancaran radiasi Matahari keluar menuju angkasa, sedangkan 90% lainnya tetap tersimpan dalam busur-busur magnetik.
Meski berada di lapisan terluar, namun temperaturnya mencapai 2 juta Kelvin. Penyebabnya diperkirakan oleh shock wave angin matahari yang menabrak materi-materi di korona hingga menimbukan panas. Namun bila kita “jalan-jalan” di korona, kita tidak akan merasakan panas tersebut karena kerapatannya yang renggang.
2. Susunan Kimia Matahari
Matahari memiliki susunan kimia seperti terlihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Susunan kimia matahari.
Unsur Lambang Unsur Persen dari Matahari
Hidrogen H 76,4
Helium He 21,8
Oksigen O2 0,4
Karbon C 0,2
Neon Ne 0,1
Besi Fe 0,1
Nitrogen Ni 0,08
Silikon Si 0,07
Magnesium Mg 0,07
Sulfur S 0,05
Nikel Ni 0,01
3. Manfaat matahari
Matahari mempunyai fungsi yang sangat penting bagi bumi. Energi pancaran matahari telah membuat bumi tetap hangat bagi kehidupan, membuat udara dan air di bumi bersirkulasi, tumbuhan bisa berfotosintesis, dan banyak hal lainnya.
Merupakan sumber energi (sinar panas). Energi yang terkandung dalam batu bara dan minyak bumi sebenarnya juga berasal dari matahari.
Mengontrol stabilitas peredaran bumi yang juga berarti mengontrol terjadinya siang dan malam, tahun serta mengontrol planet lainnya. Tanpa matahari, sulit membayangkan kalau akan ada kehidupan di bumi.
B. Kajian tentang Peluruhan Radioactivitas
Pada tahun 1896, Henri Becquerel menemukan fenomena radioaktivitas. Atom berat seperti Uranium memiliki sifat radioaktif, dan atom ini memancarkan energi berjumlah besar dalam bentuk radiasi. Mengapa bisa demikian? Suami-istri Pierre dan Marie Curie-lah yang mencoba menjawab pertanyaan ini. Eksperimen di dalam laboratorium sempit mereka di Paris menunjukkan adanya sumber energi yang luar biasa besar di dalam atom.
Dengan adanya pemahaman tentang struktur atom ini, fisikawan mulai dapat memahami fenomena radioaktivitas yang ditemukan Becquerel, Pierre Curie, dan Marie Curie. Sebuah unsur bisa berubah menjadi unsur lain karena adanya perubahan jumlah proton dan elektron di dalam atomnya. Dalam setiap atom terkandung jumlah proton dan elektron yang spesifik hanya dimiliki oleh atom tersebut, dan bila proton dan elektron dipertukarkan, maka sebuah inti atom dapat berubah menjadi inti atom lain.
Peluruhan Radium menjadi Radon adalah fenomena radioaktivitas yang diamati Pierre dan Marie Curie. Radium meluruh menjadi Radon sambil memancarkan radiasi dalam bentuk partikel Alfa
Salah satu contoh adalah Radium yang dipelajari oleh Pierre dan Marie Curie. Radium memiliki 88 buah proton dan 138 neutron. Jumlah ini cukup besar dan cenderung tidak stabil serta dapat berubah menjadi unsur lain. Dalam hal Radium, 2 buah proton dan 2 buah neutron dapat dilepaskan sehingga ia berubah menjadi Radon yang memiliki 86 proton dan 136 neutron. Gabungan 2 proton dan 2 neutron ini disebut dengan partikel Alfa. Inilah radiasi yang perlahan-lahan membunuh Marie Curie. Reaksi pemecahan sebuah unsur besar menjadi unsur kecil ini disebut reaksi fisi dan merupakan mekanisme kerja di balik bom atom ataupun reaktor nuklir. Atom-atom berat seperti Radium relatif tak stabil dan akan melepaskan partikel alfa dengan sendirinya melalui fenomena yang disebut dengan peluruhan.
Gambar 3. Peluruhan Radium menjadi Radon
Sumber: Mungkinkah reaksi sebaliknya, yaitu penggabungan 2 atom yang kecil, bisa menghasilkan energi? Hidrogen hanya memiliki 1 proton dan merupakan atom yang paling sederhana dari segi susunan proton dan elektronnya. Secara teoretis, penggabungan 2 atom Hidrogenmenjadi Helium yang memiliki 2 proton adalah mungkin. Ini disebut dengan reaksi fusi. Melalui pengamatan spektroskopi, kita mengetahui bahwa Hidrogen dan Helium adalah dua unsur paling berlimpah di dalam bintang. Jadi, mungkinkah Matahari menghasilkan energinya melalui reaksi fusi?
C. Kajian tentang Reaksi Termonuklir
Dalam fisika, fusi nuklir (reaksi termonuklir) adalah sebuah proses di mana dua inti atom bergabung, membentuk inti atom yang lebih besar dan melepaskan energi. Fusi nuklir adalah sumber energi yang menyebabkan bintang bersinar, dan Bom Hidrogen meledak. Senjata nuklir adalah senjata yang menggunakan prinsip reaksi fisi nuklir dan fusi nuklir.
Proses ini membutuhkan energi yang besar untuk menggabungkan inti nuklir, bahkan elemen yang paling ringan, hidrogen. Tetapi fusi inti atom yang ringan, yang membentuk inti atom yang lebih berat dan neutron bebas, akan menghasilkan energi yang lebih besar lagi dari energi yang dibutuhkan untuk menggabungkan mereka, sebuah reaksi eksotermik yang dapat menciptakan reaksi yang terjadi sendirinya.
Energi yang dilepas di banyak reaksi nuklir lebih besar dari reaksi kimia, karena energi pengikat yang mengelem kedua inti atom jauh lebih besar dari energi yang menahan elektron ke inti atom. Contoh, energi ionisasi yang diperoleh dari penambahan elektron ke hidrogen adalah 13.6 elektronvolt, lebih kecil satu per sejuta dari 17 MeV yang dilepas oleh reaksi D-T seperti gambar di bawah.
Reaksi fusi deuterium-tritium (D-T) dipertimbangkan sebagai proses yang paling menjanjikan dalam memproduksi tenaga fusi.
Proses fusi paling penting di alam adalah yang terjadi di dalam bintang. Meskipun tidak melibatkan reaksi kimia, tetapi seringkali fusi termonuklir di dalam bintang disebut sebagai proses “pembakaran”. Pada pembakaran hidrogen, bahan bakar netto-nya adalah empat proton, dengan hasil netto satu partikel alpha, pelepasan dua positron dan dua neutrino (yang mengubah dua proton menjadi dua netron), dan energi.
Gambar 4. Reaksi fusi yang sederhana terjadi dengan menggabungkan 4 atom Hidrogen menjadi 1 atom Helium
Sumber:
BAB III
ANALISIS REAKSI THERMONUKLIR MATAHARI
A. Sumber Energi Matahari
Sudah sejak lama orang memikirkan dari mana asal energi matahari yang begitu panas dan setiap hari dipancarkan ke bumi, namun sampai saat ini belum juga habis sumber energi tersebut. Para ahli astronomi dan juga astrofisika pada saat ini telah memperkirakan bahwa unsur-unsur kimia yang ada di bumi juga terdapat di matahari. Akan tetapi sebagian besar unsur kimia yang terdapat di matahari tersebut, sekitar 76,4% berupa gas Hidrogen. Sedangkan unsur kedua yang banyak terdapat di matahari adalah gas Helium, kurang lebih sebanyak 21,8 % dari seluruh massa matahari. Sisanya terdiri atas unsur-unsur Oksigen, Magnesium, Nitrogen, Silikon, Karbon, Belerang, Besi, Sodium, Kalsium, Nikel serta beberapa unsur lainnya. Unsur-unsur kimia tersebut bercampur menjadi satu dalam bentuk gas sub atomik yang terdiri atas inti atom, elektron, proton, neutron dan positron. Gas sub atomik tersebut memancarkan energi yang amat sangat panas yang disebut “plasma”.
Energi matahari dipancarkan ke bumi dalam berbagai macam bentuk gelombang elektromagnetis, mulai dari gelombang radio yang panjang maupun yang pendek, gelombang sinar infra merah, gelombang sinar tampak, gelombang sinar ultra ungu dan gelombang sinar -x. Secara visual yang dapat ditangkap oleh indera mata adalah sinar tampak, sedangkan sinar infra merah terasa sebagai panas. Bentuk gelombang elektromagnetis lainnya hanya dapat ditangkap dengan bantuan peralatan khusus, seperti detektor nuklir berikut piranti lainnya. Pada saat matahari mengalami plage yang mengeluarkan energi amat sangat panas, kemudian diikuti terjadinya flare yaitu semburan partikel sub atomik keluar dari matahari menuju ke ruang angkasa, maka pada sistem matahari diperkirakan telah terjadi suatu reaksi thermonuklir yang sangat dahsyat. Keadaan ini diduga pertama kali pada tahun 1939 oleh seorang ahli fisika Amerika keturunan Jerman bernama Hans Bethe.
Menurut Bethe, energi matahari yang amat sangat panas tersebut disebabkan oleh karena terjadi reaksi fusi atau penggabungan inti ringan menjadi inti yang lebih berat. Reaksi thermonuklir yang berupa reaksi fusi tersebut adalah penggabungan 4 inti Hidrogen menjadi inti Helium, berdasarkan persamaan reaksi inti berikut ini:
(1H1 + 1H1 1H2 + + v + 0,42 MeV) x 2
(1H1 + 1H2 2He3 + + 5,5 MeV) x 2
2He3 + 2He3 2He4 +2(1H1)+ 12,8 MeV
—————————————- +
1H1 2He4 + + + 2v + 24,64 MeV
Menurut Bethe, reaksi inti yang serupa reaksi fusi tersebut di atas, dapat menghasilkan energi panas yang amat sangat dahsyat. Selain dari itu, karena sebagian besar massa matahari tersebut tersusun oleh gas Hidrogen (76,4%) dan gas Helium (21,4%), maka masih ada kemungkinan terjadinya reaksi fusi lain berdasarkan reaksi rantai proton-proton sebagai berikut:
1H1 + 1H1 1H2 + + v
1H1 + 1H2 2He3 +
2He3 + 2He4 4Be7 +
4Be7 + 3Li7 + + v
———————————— +
3Li7 + 1H1 2He4 + 2He4
Terbentuknya gas Helium berdasarkan reaksi thermonuklir tersebut di atas juga menghasilkan energi yang amat sangat panas. Kemungkinan lain, gas Helium juga dapat terbentuk melalui reaksi nuklir berikut ini :
4Be7 + 1H1 5B8 +
5B8 4Be8 + + v
4Be8 2He4 + 2He4
Walaupun reaksi inti tersebut di atas sudah dapat menghasilkan energi yang amat sangat panas, ternyata masih ada kemungkinan lain untuk terjadinya reaksi thermonuklir matahari yang menghasilkan energi yang jauh lebih dahsyat dan lebih panas lagi. Reaksi thermonuklir tersebut akan mengikuti reaksi inti rantai Karbon – Nitrogen sebagai berikut :
6C12 + 1H1 7N13 +
7N13 6C13 + + v
6C13 + 1H1 7N14 +
7N14 + 1H1 8O15 +
8O15 7N15 + + v
7N15 + 1H1 6C12 + 2He4
Reaksi rantai Karbon-Nitrogen tersebut di atas, menghasilkan panas yang jauh lebih panas dari pada reaksi rantai Proton-Proton maupun reaksi fusi Hidrogen menjadi Helium. Reaksi-reaksi thermonuklir tersebut di atas dapat terjadi di matahari dan juga di bintang-bintang yang tersebar di jagat raya ini. Reaksi thermonuklir sejauh ini dianggap sebagai sumber energi matahari maupun energi bintang. Bintang yang bersinar lebih terang dari pada matahari kita yang berarti pula bahwa suhunya jauh lebih panas, maka reaksi thermonuklir yang terjadi pada bintang tersebut pada umumnya akan mengikuti reaksi rantai Karbon-Nitrogen.
B. Kapan Matahari akan Padam?
Matahari akan padam manakala reaksi thermonuklir di matahari telah berhenti. Apabila matahari padam, maka kehidupan di muka bumi akan berhenti. Secara empiris telah dapat dibuktikan bahwa ada bintang yang pada mulanya bersinar terang, akan tetapi kemudian sinarnya makin redup dan akhirnya padam. Keadaan ini telah direkam oleh teleskop angkasa luar hubble. Atas dasar ini maka dapat saja matahari pada suatu saat akan padam.
Seorang fisikawan Jerman, Hermann von Helmholtz, pada tahun 1825 mengamati perkembangan matahari yang ternyata diameter matahari setiap tahunnya menyusut 85 m. Kalau pengamatan Helmholtz benar, maka berdasarkan perhitungan penyusutan diameter matahari, umur matahari hanya akan bertahan untuk waktu 20.000.000 sampai dengan 25.000.000 tahun sejak matahari mengalami penyusutan. Untuk kurun waktu itu, teori Helmholtz ini cukup memuaskan para ilmuwan, sebelum akhirnya digugurkan oleh teori reaksi thermonuklir yang masih bertahan sampai saat ini. Atas dasar teori thermonuklir sudah tentu teori Helmholtz menjadi tidak benar, karena dalam kenyataannya matahari telah bersinar sejak orde 5.000.000.000 tahun yang lalu atau bahkan lebih dari itu, suatu umur yang melebihi perkiraan Helmholtz.
Reaksi thermonuklir yang dikemukakan oleh Hans Bethe seperti yang telah diuraikan bab sebelumnya, sebenarnya mirip dengan reaksi kimia konvensional dalam arti bahwa reaksi masih dapat berlangsung selama masih tersedia unsur atau reaktan yang menyebabkan terjadinya proses reaksi thermonuklir tersebut.
Pada reaksi thermonuklir yang terjadi di matahari, sebagai reaktan utama adalah gas Hidrogen. Para ahli astronomi dan astrofisika berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur matahari, maka pemakaian Hidrogen untuk reaksi thermonuklir dalam rangka mendapatkan energi yang amat sangat panas makin bertambah. Pada peristiwa ini energi yang dihasilkan oleh reaksi thermonuklir juga bertambah, sehingga energi radiasi yang dipancarkan matahari juga bertambah. Hal ini berarti pula suhu atmosfir bumi akan naik dan bumi akan terasa makin panas. Apabila pendapat para ahli astronomi dan astrofisika tersebut benar, yaitu dengan bertambahnya umur matahari akan membuat persediaan gas Hidrogen pada permukaan matahari berkurang, maka jelas bahwa cepat atau lambat matahari pada akhirnya akan padam.
Matahari tidak memancarkan energi secara periodik, tetapi terus menerus, mengapa hal ini terjadi? Hal ini terjadi karena reaksi yang terjadi adalah reaksi berantai, artinya tiap energi Fusi yang terjadi menghasilkan energi dan atom lain yang tidak stabil. Energi yang dihasilkan ini kemudian menghasilkan penghancuran materi dan menghasilkan energi, sementara atom yang tidak stabil meluruh menjadi unsur yang stabil yang kemudian bereaksi fusi lagi dengan proton sehingga timbul unsur lain yang tidak stabil dan energi, demikian seterusnya tanpa henti-hentinya. Namun demikian reaksi ini menyebabkan hilangnya massa matahari akibat proses penghancuran materi tadi (Deffect massa). Perumusan ini sangat terkenal dengan perumusannya Einstein yaitu E = mc2 dimana, E adalah energi yang timbul, m adalah massa yang hilang dan c adalah kecepatan cahaya pada ruang hampa.
Siklus reaksi berantai ini dikemukakan oleh dua orang ahli astrofisika amerika yaitu Dr. Hans Albrecht Bethe dan Dr. Carl Friedrich Von Weizshacher. Reaksi ini sering disebut “hidrogen helium sintesis”, proses ini pada intinya adalah pembakaran empat inti Hidrogen menjadi inti Helium, pada proses ini terjadi kurang lebih 0.75% pengurangan massa Hidrogen yang diubah menjadi energi. Pada ilmuwan menghitung bahwa daya pancar matahari kira-kira 3.78 x 1033 erg / det, dengan menggunakan perumusan Einstein kita dapat menentukan massa yang hilang dari matahari setiap detik adalah sekitar 4 juta ton setiap detik (bayangkan!! Pasir sebanyak ini dapat membangun kurang lebih 2 stadion sepak bola yang megah, hanya dihasilkan dalam satu detik).
Kalau kita anggap umur matahari sekarang kurang lebih 5.5 milyar tahun maka kita dapat menghitung jumlah massa matahari yang telah hilang dibanding dengan massa seluruhnya (32.000 massa bumi), maka massa matahari telah kehilangan sekitar 0.03575%, untuk menghabiskan massanya kurang lebih memerlukan waktu sekitar 15384,6153846153846153846153846154 milyar tahun lagi, sehingga masih jauh sekali lamanya sampai matahari padam. Jika kehancuran bumi diasumsikan akibat padamnya matahari maka masih lama sekali bumi akan hancur. Akan tetapi pendekatan ideal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai hal termasuk ulah manusia.
Secara teori dalam perjalanan menuju waktu tersebut, suhu atmosfir bumi akan naik terus karena energi radiasi yang datang dari matahari bertambah panas. Keadaan ini akan menyebabkan es yang ada di kutub utara dan selatan akan mencair yang mengakibatkan tenggelammnya beberapa daratan atau garis pantai akan bergeser ke arah daratan. Kota-kota yang berada di pantai akan tenggelam. Ini baru merupakan bencana awal bagi kehidupan manusia di muka bumi ini. Bencana berikutnya adalah menguapnya semua air yang ada di bumi ini, karena suhu atmosfir bumi makin panas yang pada akhirnya tidak ada lagi air di muka bumi ini. Bumi yang menjadi kering kerontang tanpa air sama sekali dan suhunya yang panas menyebabkan berakhirnya kehidupan di muka bumi ini.
Pada saat matahari kehabisan reaktan gas Hidrogen, maka reaksi thermonuklir benar-benar akan berhenti dan ini berarti matahari padam. Dengan demikian dapat diprediksi bahwa kehidupan akan berakhir. Disadari bahwa tiada kehidupan tanpa radiasi matahari.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Matahari merupakan salah satu dari sekitar 100.000.000 bintang dalam kelompok bintang kita, atau rasi bintang Bimasakti. Jarak bumi dengan matahari kira-kira 149.600.000 km. Matahari terdiri dari inti matahari, fotosfer, kromosfer, dan korona yang memiliki fungsi masing-masing.
2. Unsur kimia yang terdapat di matahari tersebut, sekitar 76,4% berupa gas Hidrogen. Sedangkan unsur kedua yang banyak terdapat di matahari adalah gas Helium, kurang lebih sebanyak 21,8 % dari seluruh massa matahari. Sisanya terdiri atas unsur-unsur Oksigen, Magnesium, Nitrogen, Silikon, Karbon, Belerang, Besi, Sodium, Kalsium, Nikel serta beberapa unsur lainnya.
3. Dalam fisika, fusi nuklir (reaksi termonuklir) adalah sebuah proses di mana dua inti atom bergabung, membentuk inti atom yang lebih besar dan melepaskan energi. Reaksi thermonuklir sejauh ini dianggap sebagai sumber energi matahari maupun energi bintang. Bintang yang bersinar lebih terang dari pada matahari kita yang berarti pula bahwa suhunya jauh lebih panas, maka reaksi thermonuklir yang terjadi pada bintang tersebut pada umumnya akan mengikuti reaksi rantai Karbon-Nitrogen. Pada saat matahari kehabisan reaktan gas Hidrogen, maka reaksi thermonuklir benar-benar akan berhenti dan ini berarti matahari padam.